♥ Kantung Ajaibku ♥
Kamis, Februari 21, 2008 @ 9:18 PM

Almamater Nggak Mutu

Maaaf, maaaf, gue nggak maksud menyinggung siapa2 tapi karena postingan yang ini bisa menyulut konfrontasi makanya gue harus ngedelet ya!

bisa-bisa gue nggak dilulusin dari FE kalo muat artikel ini

kembali ke atas

Rabu, Februari 20, 2008 @ 9:15 PM

Gue Genit!!!

Sebelumnya maaf banget nih kalau banyak yang ngeluh nggak bisa ngasih comment. Bukannya gue nggak nyetting untuk nerima comment tapi berhubung gue baru ganti skins dan entah kenapa di skins yang baru ini nggak ada tampilan comment-nya. Gue juga dibikin pusing dengan semua kericuhan ini. Gue bolak-balik ngedit HTML-nya tapi tetep aja nggak bisa nampilin comment di setiap postingan.

Jadi untuk sementara kasih comment-nya lewat shoutbox aja ya. Ya walaupun nggak nyaman dan nyita banyak tempat. Gue janji secepatnya mengatasi masalah ini.

Hhhhhhh…..entah kenapa akhir-akhir ini gue berubah menjadi genit. Gue mulai kecentilan pakai make-up. Mulai dari mascara, blush on, sampai eye shadow. Semoga kalau si ‘dia yang diharapkan’ ngebaca postingan gue ini dia nggak ngetawain gue. Yaaaah, banyak orang yang memergoki gue berubah jadi genit berpikir jika gue lagi ada sumthin-sumthin untuk menggaet seseorang *ada kalanya mereka bener*.

Tapi itu nggak sepenuhnya bener karena semenjak gue jadi consultan di Oriflame, gue jadi kecanduan beli alat-alat make-up. Tiap ada waktu luang, gue selalu bereksperimen dengan koleksi make-up-make-up gue. Gue harap temen-temen gue yang baca ini juga nggak ngetawain ini. Gue tiba-tiba saja ingin berubah jadi cantik. Kalau biasanya ke kampus cuma pakai T-shirt, jeans, bedak, dan lipgloss kini telah alih haluan. Yang nambahin blush on-lah, yang pakai mascara biar kelihatan lentik-lah, yang berlama-lama matut-matutin diri di depan cermin-lah, pokoknya genit banget deh.

Ga tau kenapa gue jadi centil begini. Apa memang gue baru menjadi cewek seutuhnya ya?? Lha, kalau gitu selama dua puluh tahun belakangan bukan cewek dong??!

Apalagi kalau lagi lihat TV pasti nggak ketinggalan alat menipedi gue. Yang ngegosok kuku biar bentuknya bagus, yang pakai conditioner kuku biar kukunya nggak kusem-lah, atau yang kegenitan pakai berwarna-warni kutek kuku. Sampai-sampai gue pernah diliatin Onta sampai bengong waktu mergokin gue mulas cat kuku pas kuliah berlangsung. Emang bener-bener kegenitan!!

kembali ke atas

Jumat, Februari 15, 2008 @ 8:45 PM

Terlalu Cinta...


Beberapa hari ini suasana hati gue sedang buruk. Mulai dari kewajiban KKN yang mengharuskan gue bepergian ke daerah Wiyung nun jauh di sana hingga yang paling membuat hati gue sedih adalah hasil IP gue yang kebakaran. Ini adalah IP terhancur gue sepanjang gue berkuliah di FE UA.

Padahal kalau gue melihat kebelakang, justru di semester ini gue paling kerja keras. Gue bela-belain ikut berbagai les tambahan untuk menunjang nilai-nilai gue UAS karena gue sadar nilai UTS gue bener-bener nggak bisa diharapkan untuk mengatrol nilai. Namun, yang menjadi pemicu adalah berubahnya metode penilaian. Tahun ini penilaian didasarkan pada nilai mutlak. Sehingga jika di suatu kelas nilai yang paling tinggi cuma 65 ya itu nggak bisa jadi A karena nilai mutlak mengharuskan minimal 75 untuk bisa menjadi A.

Tapi gue nggak bisa begitu saja mengkambinghitamkan perubahan metode penilaian karena dengan begini maka terlihat jelas gimana kemampuan gue yang sesungguhnya. IP gue terjun bebas hingga mencapai satu koma.

Hilanglah iming-iming Macbook yang dijanjiin sama bokap. Padahal beberapa minggu terakhir gue sering banget mengunjungi Mac center di GM hanya sekedar memandang Mac book yang seksi abis itu tak lama lagi akan segera menjadi milik gue. Tapi oh tapi, gara-gara IP gue terjun bebas semua hadiah-hadiah itu sirna sudah. Gue cuma bisa gigit jari. Mau nangis kok nggak worthed banget. Lagi pula ini udah kejadian, mau nangis darah pun nggak mengubah IP gue jadi 4.

Tapi bukan hanya kejadian itu yang bikin hati gue tambah sakit lagi. Yah, gue minggu ini entah kenapa banyak digandrungi kaum lelaki. Mulai dari si ‘Dia yang Diharapkan’ yang hampir nubruk gue *entah sengaja atau enggak*; Dimas: ketua KKN gue yang melancarkan aksi SKSD cap kacang goreng ke gue; sampai yang paling panas adalah Onta yang berdiri tepat di sebelah gue, tubuh kami berdua berhimpitan, gue sampai bisa mencium jelas bau parfumnya, mendengar tarikan nafasnya dan gue rasanya pengen pingsan saja.

Gue dari dulu memang susah banget pakai akal sehat kalau sudah berhubungan dengan Onta tapi akhirnya sedikit-sedikit gue bisa mencoba realistis dan mengambil jalan yang benar. Tapi itu semua rasanya sia-sia saat gue bertemu dengan dia kembali. Rasanya semua yang gue kunci dalam diri gue agar tak merambat keluar bobol seketika. Gue nggak bisa untuk acuh padanya. Pasti keinginan untuk sekedar memandangnya muncul ke permukaan. Padahal dalam batin gue terjadi perang sengit antara hati dan pikiran gue.

Yang satu nggak ngebolehin racun itu merayap keluar dari hati gue. Namun yang lain bener-bener nggak sanggup menahan pesonanya. Seolah-olah Onta memiliki kekuatan magis yang selalu membuat gue ingin jatuh ke lubang yang sama untuk yang kesekian kali. Dia benar-benar mengacaukan sistem dalam diri gue.

Gue nggak tau apa yang salah sama gue. Kenapa gue masih saja susah untuk mengacuhkan dia. Gue pengen banget sekali-kali melihat Onta dan tak merasakan gejolak berdebum di jantung gue. Gue pengen banget melihatnya tak disertai dengan rasa salah tingkah. Gue bener-bener ingin sembuh dari penyakit ini.

Karena tak akan ada seorang pun yang senang dengan perasaan gue ini. Temen-temen gue, sodara-sodara gue, bahkan mungkin Onta sendiri juga nggak senang gue punya perasaan ini sama dia. Gue memang benar-benar salah jatuh cinta.

Kadang kalau gue berpikir tentang dirinya, mengingat kembali apa yang pernah terjadi diantara kami, bahkan adegan-adegan tanpa dialog dengan dirinya, saat kami mencoba curi-curi pandang saat pertama kali bertemu, saat semester satu kami sekelas dan hampir tiap hari selalu saling memperhatikan, bahkan kami selalu saling menyapa walaupun tanpa nada ataupun kerlingan mata. Karena gue merasa hati gue selalu menyapanya saat kami bertemu.

Kalau diingat, cinta gue dengan Onta memang yang paling tragis. Gue bahkan dulu pernah berikrar bahwa gue rela mencintainya walaupun dia nggak mencintai gue. Gue rela bertepuk sebelah tangan. Gue juga nggak mau repot-repot untuk membuat pengakuan kepada Onta jika selama ini gue sangat sayang padanya.

Bukan apa-apa, bagi gue Onta memang cowok yang sempurna namun tak ada gading yang tak retak. Dia ternyata cuma manusia biasa yang banyak kekurangan, bahkan mungkin banyak sekali kekurangannya. Dia tidak pintar, dia tidak rajin masuk kuliah, dia suka hura-hura, dia nggak rajin beribadah, suka minum-minum, dan satu kekurangannya yang sampai saat ini belum bisa gue terima. Itu yang membuat gue takut untuk mengakui jika gue memang mencintainya.

Awalnya memang begitu, gue benar-benar sakit hati dengannya. Patah hati walaupun cinta gue hanya bertepuk sebelah tangan. Namun, seperti kata Rosssa: Aku Terlalu Cinta Dia….

Nggak peduli sebusuk apa kelakuan dia di luar, gue bener-bener nggak bisa membencinya. Bahkan semakin gue tau segala kebusukannya, gue semakin sayang kepadanya. Itu jujur, gue bahkan tidak mengigau atau apa. Gue bener-bener sayang dengan dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Banyak yang bilang gue bego, gila, buang-buang waktu, salah jatuh cinta, dan makian lainnya. Bahkan sepupu gue, Keong, pernah bilang: Masih banyak cowok yang lebih beradab dan bermoral dari dia di luar sono. Bahkan mungkin cowok-cowok itu lebih rajin, lebih pandai, dan lebih menghargai cewek tapi kenapa elo malah menjatuhkan pilihan sama Onta. Padahal semestinya dia adalah pilihan terakhir elo jika nggak ada cowok lain di dunia.

Gue nggak tau. Gue nggak tau. Bener-bener nggak tau. Karena rasa itu timbul begitu saja. Gue tiba-tiba saja sayang sama dia dan nggak ingin ada sesuatu yang buruk menimpa dirinya.

Begitu gue cerita sama Eben tentang apa yang baru saja terjadi antara gue dan Onta dia marah besar. Gue tau jika dari dulu Eben nggak pernah suka kalau gue mulai membahas Onta. Dia selalu bilang kalau gue nggak sungguh-sungguh ingin sembuh dari Ontanisme ini.

Gue tau maksud Eben baik, dia nggak ingin gue sakit hati gara-gara Onta lagi karena cowok itu selalu saja membuat gue terluka, terluka, dan terluka lagi. Saat gue bilang ke Eben kalau gue ingin menyerah dengan semua desakan hati, dia langsung ngamuk.

“Loe mau jadi korban dia selanjutnya??! Loe mau jadi sarana pelampiasan nafsunya aja?! Atau loe memang pengen dicium sama dia? Kalau loe memang kepengen ya nggak pa-pa. Udah sono, telpon aja dia. Ajak janjian. Bukannya sampai sekarang loe masih nyimpen nomornya di henpon loe?!” dia bilang begitu.

Sakit rasanya mendengar Eben bilang begitu. Biasanya anak itu nyenengin, lucu, tapi kali ini jadi nyeremin dan omongannya bikin sakit ati banget. Gue hampir nangis ngedengernya.

“Asal tau aja, setelah dia puas sama loe. Setelah loe dicium, dipegang-pengang, atau bahkan ditidurin sama dia, loe bakalan dibuang kayak sampah. Apa loe mau begitu?? Iya?? Jawab gue!” Eben nyaris berteriak.

“Dia nggak seperti itu, Eben. Dia itu baik. Dia itu sebenernya baik,” gue berusaha membelanya bahkan gue nggak ngerti kenapa gue harus membela cowok yang benar-benar telah menyakiti gue.

“Iya baik kalau ada maunya aja. Onta itu nggak akan pernah bisa berubah. Dengerin itu! Cowok seperti itu nggak akan pernah berubah jadi baik. Sekali dia begitu, seterusnya akan selalu begitu. Come on, Lun! Bukannya loe mulai suka sama orang lain. Siapa itu namanya? Yang kemarin loe tunjukin alamat fs-nya ke gue itu. Gue rasa dia baik. Kenapa loe nggak nyoba sama dia dulu??”

“Iya, gue memang suka sama dia. Tapi dia itu mantannya temen gue. Gue nggak enak. Sungkan. Apalagi kata temen gue itu, si ‘dia yang diharapkan’ susah banget ngelupain mantannya. Gue kan juga nggak bisa aja tiba-tiba nyelonong masuk ke kehidupannya dia gitu aja dong!”

“Gue rasa loe lebih baik coba berhubungan sama si ‘dia yang diharapkan’ itu deh. Apa masalahnya kalau dia mantan temen loe?? Semua orang punya masa lalu. Masalah dia nggak bisa ngelupain mantannya itu juga butuh proses. Siapa tau dengan masuknya elo ke kehidupan dia, dia jadi bisa ngelupain mantannya.”

“Tapi kata Keong, ceweknya dulu cantik-cantik semua. Gue kan minder, Ben. Gue kan jelek!”

Tiba-tiba Eben ketawa histeris, “Tumben nyadar kalau jelek. Tapi cowok yang baik itu tidak menilai cewek dari fisik tapi hati hati. Kalau dia cantik tapi perek gimana?! Percaya deh sama gue, kayaknya si ‘Dia yang diharapkan’ itu udah mulai ada respon balik ke elo deh. Dari cerita-cerita loe dulu. Makanya cepetan deketin sebelum disamber orang.”

“Gue malu, Ben. Gue kan nggak kenal.”

“Masak loe kalah sama ketua KKN loe itu. Siapa namanya? Dimas bukan? Nah, dia kan punya cara jitu buat PDKT sama cewek. Loe juga gitu aja, belagak bego dan nanya: Rasanya gue pernah ketemu sama elo tapi dimana ya? Soalnya wajah loe familiar banget!! Bener-bener bego tuh ketua KKN loe itu. Caranya sok playboy kuno banget.”

Yak, itu adalah sepenggal omongan gue dengan Eben. Kalau gue udah mulai telpon-telponan sama cecunguk itu bisa berjam-jam bahkan bisa-bisa lupa mandi, makan, dan lupa kalau gue ada kuliah. Tapi gue seneng punya temen kayak dia walaupun dia agak sinting tapi dia bener-bener baik. Menurut gue, dialah orang yang paling mengerti gue. Makasih ya, Ben!!

NB: Buat Rossa, kalau nggak sengaja baca blog gue *tahun monyet mungkin*. Terima kasih ya bikin lagu Terlalu Cinta karena itu bener-bener mengekspresiin suasana hati gue.

Jangan dekat atau jangan datang kepadaku lagi
Aku semakin tersiksa karena tak memilikimu
Kucoba jalani hari dengan pengganti dirimu
Tapi hatiku selalu berpihak lagi padamu
Mengapa semua ini terjadi kepadaku

Tuhan, maafkan diri ini
Yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya
Namun apalah daya ini
Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia

kembali ke atas

Selasa, Februari 12, 2008 @ 8:40 PM

Andai...Andai...

Hari ini gue udah balik lagi ke Surabaya. Padahal rencana gue liburan sampai dua mingguan atau maksimal tiga minggulah. Tapi gara-gara acara KKN sialan itu, gue jadi terpaksa balik lagi ke Surabaya. Yang harus bayar ke BNI lah, yang harus registrasi ke kantor LPPM lah, yang harus ngedengerin pengarahanlah….uuuugh!! bener-bener bikin bete setengah idup.

Ada kejadian unik saat gue balik ke Ponorogo kemarin, gue ketemu dengan ceweknya mantan cowok gue. Asal tau aja, gue dulu pas SMA kelas satu nggak tau kenapa demen banget sama seorang cowok anggota basket. Padahal kalau sekarang gue lihat dia itu ganteng juga enggak, baik juga nggak seberapa, playboy iya, pokoknya can’t imagine anymore gimana gue bisa suka sama dia.

Cewek itu bernama Mbak Ega. Kebetulan juga Mbak Ega itu sahabatnya Mbak Rani. Nah, Mbak Rani itu tetangga sebelah rumah gue yang dari kecil selalu maen sama gue dan udah gue anggep sebagai kakak gue sendiri.

Awalnya Mbak Ega yang nyapa gue, yaaa…mohon maklum lah kalau ingatan gue ini parah banget makanya gampang lupa sama orang dan inilah yang menyebabkan orang berpikiran jika gue ini sombong padahal aslinya gue ini pikun. Untungnya gue nggak ngalami gelaja seperti di Jogja dulu (Baca: A cute guy with a plastic bag).

Setelah ngobrol beberapa saat: obrolan standar nanyain gue kuliah di mana, semester berapa, berapa lama liburnya, dan hal basa-basi lain, Mbak Ega lantas memanggil gue: Len.

Gue terdiam sesaat, mikir, sejak kapan ya gue ganti nama jadi Len?? Apa nyokap gue telah memproklamirkan jika anak cewek satu-satunya ini telah diubah namanya tanpa sepengetahuan si empunya. Gue langsung nangkep mungkin Mbak Ega yang cantik ini tertular virus pikun gue karena telah melakukan kontak langsung terhadap gue.

Gue juga nangkep, mungkin Mbak Ega susah ngebedain antara gue dengan Lenny. Siapa lagi tuh?? Jadi, Lenny itu juga tetangga gue, masih satu blok tapi agak jauh rumahnya. Banyak orang bilang kami berdua mirip. Mirip suburnya, putihnya, dan sama-sama harus sembunyi kalau musim Idul Adha tiba karena salah-salah kami yang disembelih.

Tapi tentunya gue nggak mirip-mirip banget sama Lenny. Gue tentu saja lebih menggemaskan, lebih chubby, lebih pikun, lebih suka cekikikan, lebih hobi ngupil, dan tentu saja Lenny lebih beruntung dalam hal percintaan. Begitu juga dengan peruntungan, gue rasa cewek itu lebih beruntung dari gue.
Kalau aja Lenny bilang ke bokapnya pengen mobil baru pasti keesokan harinya, bener-bener besoknya dia akan diajak bokapnya ke showroom untuk melihat-lihat mobil mana yang dia inginkan. Itu beneran. Gue sampai mikir beli mobil berasa kayak beli kacang goreng aja.

Kalau gue mah, pasti cuma dijanjiin melulu sama bokap gue. Dulu pas gue bilang pengen punya mobil sendiri, bokap bilang iya nanti pas SMA papa beliin. Lalu saat gue udah pakai seragam putih abu-abu dan menagih janji maka bokap pun berusaha mengelak dengan bilang: Buat apa sih pakai mobil, kamu kan setiap hari diantar jemput papa, nanti aja kalau udah kuliah baru papa beliin. Lalu saat gue kuliah, bokap cuma bilang: Nanti kalau kamu kerja pasti bisa beli pakai uang kamu sendiri.

Pusing gue! Coba kalau gue jadi Lenny pasti tinggal tunjuk aja: Itu Pa, aku mau New Civic. Atau, Udah bosen Pa sama Fortunernya, aku pengen pakai SLK kayak punya Bams Samsons itu looo…

Andai…andai…

kembali ke atas

Sabtu, Februari 09, 2008 @ 7:15 PM

Mr. Pie

Waaaaah, lama juga yak! Gue ga posting. Sibuk, adalah alasannya. Alaaaaah, belagak sibuk padahal kerjaannya cuma ngupil sambil nonton TV di rumah.

Gue memang sibuk, sibuk persiapan UAS, akhirnya UAS, stress karena ngerjainnya nggak berjalan mulus, depresi, finally ngelepas penat dengan tamasya dari mall ke mall hingga sekarang gue jadi gelandangan karena nggak punya uang karena kebiasaan gue yang nggak bisa tahan lihat barang bagus.

akhirnya, akhirnya, akhirnya, hanya berteman dengan notebook gue yang paling setia dan membobol telepon rumah untuk inet. hohoho...Bunda, maaf. nanti kalau aku anakmu yang malang ini udah jadi milyuner akan aku ganti biaya onlen ku. karena lagi-lagi aku lagi bokek untuk sekedar cari wifi gratisan di Coffe corner, atau pun J.CO.

Lihat judul posting di atas bikin keinget sama apple pie di bogor sono. Yummy… jadi ngiler. Tapi ini one hundred percent nggak ada hubungannya sama makanan. Karena gue mau cerita soal Mr. Pie, you know, this is about a boy and no deal with anything about pee pee.

Tentunya semua orang udah tau kalo yang namanya Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga itu dihuni beribu-ribu makhluk yang namanya cowok. Mulai yang bikin mangap sampai ngiler-ngiler, bikin mata seger, bikin ngantuk ilang, yang biasa-biasa aja, atau cupunya setengah mati sampai-sampai ngancingin kemeja sampai leher.

Dengan begitu bervariasinya cowok-cowok di kampus gue, tentunya gue pun mendapat pemandangan indah yang berbeda-beda tiap harinya. Awal-awal masa kuliah sih sempat dibikin kelimpungan soalnya noleh kanan cowok ganteng lewat, noleh kiri ada cowok macho lagi duduk sambil mainin laptop, terus saat lihat ke depan ada cowok yang stylenya keren abis lagi ngobrol sama temen-temennya yang juga nggak kalah kerennya. Sampai-sampai rasanya leher gue ini kram karena kebanyakan noleh kanan kiri.

Tapi lama kelamaan gue juga udah terbiasa soalnya kalau heboh tiap hari bisa-bisa gue lemes nggak bertenaga soalnya energinya udah terkuras buat mangap-mangap nggak jelas gitu. Lagi pula ternyata dibalik kegantengan, kekerenan, kemachoan, atau kemboisan mereka ternyata nggak jauh-jauh dari PK alias penjahat kelamin.

Males juga kan kalau kayak gitu. Tapi hari gini bukan cowok kalau nggak playboy.
Oke, back to Mr. Pie. Aslinya cowok ini bukan bernama Pie tapi karena gue nggak tau siapa namanya makanya tanpa sepengetahuan dirinya gue sembarangan aja menamainya dengan Mr. Pie. Kenapa harus Mr. Pie?? Kenapa nggak Si Ganteng atau Si Tanduk Rusa sekalian??? Itu karena dia tidak ganteng dan tidak memiliki tanduk seperti rusa *bercanda*.

Alasan sebenernya itu karena tampangnya dia kayak pemain utama di film American Pie: Band Camp. Oke, ini memang agak terlalu berlebihan. Gue akui itu karena menurut temen-temen gue Mr. Pie tampangnya beda jauh sama aktor di film American Pie itu. Selain nggak punya wajah bule, cowok itu juga nggak punya pupil mata kebiru-biruan. Tapi menurut gue karakter wajahnya tuh mirip banget sama aktor di American Pie itu.

Ini adalah wajah ganteng pemain American Pie: Band Camp yang telah gue pikir mirip Mr. Pie
Mungkin kesalahan terletak pada timing ya. Gue ketemu dia sehari setelah gue nonton American Pie: Band Camp. Otomatis wajah pemeran utama cowoknya masih terangan-angan di benak gue. Makanya pas ketemu sama Mr. Pie ini jadi keinget-inget dan terjadilah.

Gue sih nggak ada ‘sesuatu’ yang lain sama Mr. Pie ini secara waktu itu gue lagi gencar-gencarnya mabok laut sama Si ‘dia yang diharapkan’. Yaaaa…paling-paling kalau papasan sama dia gue cuma merhatiin dia dan berlalu gitu aja.

Akhirnya pun gue lupa dengan Mr. Pie. Rasanya udah berbulan-bulan dan gue nggak ada selintas pun pikiran kepada dia. Sampai suatu hari atau lebih tepatnya hari selasa kemarin saat gue kuliah manajemen investasi dipertemukanlah takdir gue dengan dia kembali.

Rasa kagum yang mulai terlupa pun kembali ke permukaan. Dasar jodoh, kami pun duduk satu barisan dan hanya berselisih tiga orang. Tiga orang itu sendiri adalah Deasy (dia duduk pas di samping kanan Mr. Pie), Anggie (duduk di sebelah Deasy), Rina (duduk di antara gue dan Anggie).

Gue yang datang telat pun terkejut saat mengetahui bahwa Mr. Pie duduk di deret yang sama dengan gue. Lalu karena gue ini orangnya paling nggak tahan kalau nggak tau nama cowok yang digandrungi pun bertanya pada Deasy yang kebetulan duduk di sebelah Mr. Pie.
Namun karena Deasy agak bermasalah dengan pendengaran, dia pun cuma bisa tanya balik: Apa?? Apa?? Gue nggak denger!!

Oke, gue sadar dengan cara seperti ini pasti bakalan cepat ketahuan kalau gue lagi cari-cari informasi tentang Mr. Pie secara Deasy waktu itu ngomongnya pakai volume tinggi. Akhirnya gue yang jenius menggunakan sistem SMS untuk menyampaikan pertanyaan-pertanyaan gue ke Deasy.

Gue nulis pesen di selembar kertas lalu kertas itu disalurin ke Deasy untuk dijawab. Awalnya sih cara ini berjalan mulus dan efektif. Deasy bilang dia nggak tau nama cowok itu dan menyarankan supaya kami berdua tukeran duduk. Jadi gue duduk di kursinya dan dia duduk di kursi gue dengan tujuan supaya gue bisa pedekate ke cowok itu. Gue langsung ogah. Dikira apaan. Gue nggak seagresif itu kali. Gue kan cuma mengorek informasi tentang Mr. Pie aja.

Lalu tanpa dinyana *wuih, berat banget bahasanya* Deasy tiba-tiba berkata dengan lantang: Kamu mau pindah duduk ke sini ta, Ky??

Langsung spontan gue balik badan ke arah kanan, bergaya sibuk bicara dengan Sandra yang kebetulan ada di sebelah gue. Memang sih omongan Deasy menjadi nggak ada artinya buat Mr. Pie seandainya saja cowok itu nggak mengetahui kalau medan sudah berubah tapi dia tau sesuatu. Dari awal gue smsan sama Deasy, dia itu udah curiga. Kalau Deasy lagi ngomong sama gue, Mr. Pie pasti ikut-ikutan noleh ke gue. Pokoknya dia sepertinya tau sesuatu.

Deasy, Anggi, dan Rina juga menyadari jika rahasia kami udah terbongkar makanya mereka juga refleks diem, ada pula yang nahan supaya nggak ngikik. Gue malu setengah mati. Rasanya kayak digampar pakai panci. Muka gue langsung berubah jadi pink.

Lalu kami pun tanpa ada kesepakatan langsung mengubah topik pembicaraan seolah-olah topik tadi nggak pernah di bahas. Lagi enak-enak ngegosip eeeeh, tiba-tiba si Vrian yang duduk di depan gue nyuruh Deasy pindah ke tempat gue supaya bisa makein cat kuku buat dia.

Untuk sekedar informasi aja, kejadian di atas itu terjadi selama jam perkuliahan. Jadi di depan kelas itu ada dosen yang lagi cuap-cuap sambil nerangin pakai power point. Tapi mahasiswanya malah pada asyik sendiri dengan kegiatannya. Ada yang ngegosip sendiri, ada yang menggambar indah, mangap sambil ngelamun, dan yang paling parah adalah mulas cat kuku di kuku-kuku jari tangan. Parah banget kan!! Makanya kuliah itu berasa banget kayak pindah kafe aja.

Ini benar-benar seperti takdir gue untuk duduk di sebelah Mr. Pie. Awalnya gue bener-bener ogah. Seolah-olah lebih baik gue menghitung semut di sarang semut dari pada di suruh duduk di sebelah Mr. Pie. Tapi karena pikiran gue lagi sedikit miring, gue akhirnya mengiyakan dengan perdebatan yang alot dan agak setengah ditarik sama Deasy supaya gue berdiri dari tempat duduk gue. Aslinya gue seneng banget bisa duduk di sebelahnya Mr. Pie dan gue pengen begitu. Hehehe…

Lalu gue pun duduk di kursi impian gue itu, di sebelah gue ada Mr. Pie. Lalu temen-temen di sebelah gue pun langsung senyum-senyum nggak jelas gitu. Tapi ajaibnya gue sama sekali nggak gugup, salah tingkah, atau malu-maluin diri sendiri seperti yang biasa gue lakuin kalau ketemu Onta atau duduk di dekatnya. Gue ngerasa santai-santai aja tapi seneng banget.

Mr. Pie ini memang bener-bener tau kalau ada ‘somethin happens with me’. Dia sering banget ngelirikin gue *itu kata Anggi*. Apalagi kalau Deasy kirim sms lagi ke gue pasti Mr. Pie cepet-cepet ambil posisi supaya dia bisa baca apa isi pesan dari Deasy. Gue pun coba untuk menutupi dari dia tapi kata Anggi setiap gue berusaha nutupin pasti Mr. Pie ikut-ikutan gerak-gerak seolah mencari celah lain supaya pesan itu bisa terlihat olehnya.

Anggi pun berkesimpulan jika Mr. Pie itu geernya tinggi banget. Masak digituin aja dia udah mulai TP-TP. Yaaa, namanya juga cowok. Gue jadi pengen ketawa kalau inget kejadian itu. Yaaaa, seenggaknya gue bisa ngerasa deg-degan lagi dan ngerasa seneng. Mungkin ini adalah first step gue untuk try to forget anything that supposed to be gone. Maybe…

kembali ke atas

Profile



Aluna Soenarto

22 female

Surabaya, East Java, Indonesia

Accounting 2005, Airlangga University


My Masterpiece



kalau pengen tau cuplikan ceritanya




Pingbox


Tagboard




Tweetz



Links



Credits

Layout by: LastSmile(: