♥ Kantung Ajaibku ♥
Sabtu, Desember 29, 2007 @ 8:46 PM

Kenapa Cowok Hobi Nyakitin Cewek???

Pagi ini gue sedikit mendapat surprise karena temen lama gue, Nia, tiba-tiba menelepon gue ke rumah. Dia bilang kalau dia tau gue sedang ada di ponorogo sekarang makanya dia menyempatkan diri menelepon gue. Setelah hahahihi, nanyain kabar masing-masing dan meng-update gossip seputar teman-teman lain, kami pun sepakat untuk ketemuan. Karena hari ini orang tua gue lagi pergi ke Surabaya, gue nawarin supaya ketemuan di rumah gue aja.

Akhirnya pagi tadi gue langsung bebenah, mandi dan sikat gigi. Karena biasanya kalau nggak ada acara keluar rumah, gue bisa seharian nggak mandi. Yeah! That’s really me!! Berasa kayak kambing aja ya!!

Nia pun datang tak lama setelah gue selesai mandi. Cewek itu tak banyak berubah. Tetap manis, dengan rambut yang sekarang dicat kemerahan, dan nggak pernah gue nemuin cewek sesabar dirinya.

Awalnya gue merasa nyaman aja cerita-cerita sama dia, ngegosip, tapi lama-lama gue sadar, ada yang beda dari cewek ini. Sepertinya matanya bengkak, kayak orang habis nangis gitu. Terus dari aura wajahnya *cieeee, belagak kayak paranormal aja* sepertinya dia lagi nggak bercahaya.

Dia sih nggak ngaku pada awalnya, tapi setelah gue korek-korek akhirnya dia buka mulut juga. Dan inilah cuilan *biscuit kali dicuil* percakapan gue dan Nia. Buat Nia, kalau kamu baca ini, mungkin kata-katanya agak terlalu telenovela banget ya???

Nia: Gue putus sama Nico

Gue: *mangap*

Gue nggak nyangka si Nia bakalan putus sama si Nico, cowoknya. Emang sih nggak ada yang aneh jika dalam suatu hubungan akhirnya harus kandas di tengah jalan. Tapi untuk seorang Nia dan Nico itu nggak mungkin banget. Nia itu cewek super sabar yang pernah gue kenal. Dia nggak pernah yang namanya neko-neko, walaupun sering heboh juga kalau lihat cowok cakep tapi gue tau kalau dia itu cinta setengah mampus sama si Nico.

Begitu pun dengan si Nico, walaupun dia tipe cowok nggak romantis, dingin, dan kesibukannya seabrek-abrek, tapi nggak pernah sekalipun dia ngelaba sama cewek lain. Walaupun gue akuin kalau Nico itu cakep dan harusnya mendapat cewek yang selevel dengan dia yang cantik dan seksi tapi cowok itu malah memilih Nia yang STD.

Okelah, kalau kayak gini emang masalah hati. Walaupun si Nia itu udah nggak jauh beda kayak Mak Bongki tapi jika Nico bilang cinta, ya mau apa lagi. Makanya pas Nia bilang dia putus sama Nico rasanya kok nggak masuk akal banget. Soalnya mereka udah pacaran selama lima tahun. Bukan waktu yang singkat juga untuk menjalani sebuah hubungan. Bahkan untuk jangka waktu yang lama itu harusnya sudah cukup untuk masa adaptasi mereka, saling memahami satu sama lain, kecocokan batin, dan tentunya cinta yang mereka miliki akan semakin kokoh dengan bertambahnya usia hubungan mereka.

Gue: Kok bisa? *tanya gue kalem*

Nia: *cuma diam sambil memandang ke jari-jari kakinya seolah sekarang hal itu begitu menarik baginya*

Gue: Nia?? *mencoba menepuk bahunya dan berharap dia menyadari jika gue siap mendengar keluhannya*

Nia: Gue nggak tau apa salah gue *suaranya berubah menjadi serak, sepertinya dia akan menangis*

Gue: Memang Nico bilang apa?

Nia: *menggeleng* Gue nggak mau dengar apapun yang keluar dari mulutnya karena itu semua pasti bohong

Gue: *sedikit bingung* Jadi loe putus karena?

Nia: *menatap gue dengan mata yang berkaca-kaca* Nico selingkuh, Ky. Dia ciuman sama cewek lain. *kini tangisnya pecah seakan tak sanggup lagi menahan beban berat di hatinya*

Gue: *berusaha realistis* Memang kamu lihat sendiri? Jangan-jangan Cuma gossip aja.

Nia: Buat apa gue capek-capek nangis tiap hari kalau itu cuma gossip belaka. Gue lihat mereka, Ky. Nico meluk cewek itu. Lalu mereka ciuman. *Nia membenamkan kepalanya dalam tangannya* Dia nyium cewek itu, Ky. Sepertinya mereka udah kenal lama dan gue yakin jika itu bukan yang pertama buat Nico karena dia berani ngelakuinnya di area umum.

Gue: *bener-bener nggak tau harus ngapain karena gue payah banget kalau soal beginian. Jadi gue cuma menepuk-nepuk punggung Nia seolah memberi semangat untuk terus tegar* Sabar ya.

Nia: Gue kira selama ini dia setia sama gue. Gue kasih kepercayaan. Tapi ternyata gue salah. Sependiem-pendiemnya cowok tetap aja bajingan.

Gue: *agak syok mendengar pernyataan Nia karena sepengetahuan gue dia tipe cewek yang nggak pernah ngomong kasar* Nia, ada baiknya jika elo tanya dulu ke Nico. Ngomong ke dia. Siapa tau dugaan loe salah.

Nia: *menatap gue sinis* Gue salah?? Sekarang seandainya elo ada di posisi gue, loe ngeliat cowok yang selama ini loe anggap cuma cinta sama elo ternyata elo pergokin lagi ciuman plus cupang-cupangan di leher sama cewek lain, yang lebih cantik, seksi, dan bikin loe kebanting abis-abisan, apa loe masih berpikir jika cowok loe nggak selingkuh??

Gue: Hah?! Nico bisa cupang-cupangan juga?? *nggak sadar gue bilang begitu* Gue kira selama ini dia agak kurang maskulin tapi ternyata bisa cupang-cupangan juga *yaaaaah, gue yang geblek pun nggak bisa mengontrol omongan di depan Nia*

Nia: *tampak sakit hati sekali setelah kenangan itu terbersit dalam ingatannya kembali*

Gue: Kalau gue sih, udah gue mutilasi si Nico itu. Kalau perlu sama si cewek kegatelan itu, udah tau Nico punya cewek tapi masih aja disosor. Tapi…tapi…loe nggak akan ngelakuin hal itu kan?? *gue sedikit khawatir karena dalam keadaan begini si Nia bisa aja membunuh orang*

Nia: Mungkin gue yang salah kali ya *dia mulai menyalahkan dirinya sendiri* mungkin gue kurang cantik, kurang seksi, kurang perhatian sama dia, kurang cinta, kurang sayang.

Gue: Nia, berhenti nyalahin diri loe sendiri. Ini bukan lagi soal salah-menyalahkan. Harusnya elo harus bersikap lebih dewasa *gue agak kaget mendengar kata-kata bijaksana yang meluncur dari bibir gue* Kita bukan anak SMA lagi. Kita udah kuliah, kita udah berumur dua puluh tahun harusnya itu membuat kita tersadar jika kita harus bersikap dewasa. Mau atau pun tidak waktu terus berjalan dan kita dituntut untuk bertindak sebagaimana manusia dewasa.

Di sini gue nggak membela siapa-siapa, tapi coba deh loe tanya ke dalam hati elo sendiri, apakah loe nggak sakit sendiri dengan menyiksa perasaan loe untuk membenci Nico. Gue tau persis loe cinta banget sama Nico dan mungkin lebih memilih mati dari pada berusaha untuk membencinya. Karena rasanya sakit sekali.

Nia: *masih menatap gue, menunggu kelanjutan kata-kata gue*

Gue: Gue juga pernah berada dalam posisi elo, malah lebih parah. Gue terpaksa untuk membenci seseorang yang gue cintai setengah mati hanya karena gue salah jatuh cinta. Ironi sih *gue ketawa* mana mungkin ada cerita salah jatuh cinta. Tapi ini memang kejadian sama gue. Gue mencintai orang yang seharusnya menjadi pilihan terakhir gue jika nggak ada cowok lain di dunia dan perasaan itu sungguh membuat gue sekarat. Sakiiiiiit sekali. Betul kan?

Nia: *mengangguk kecil* Jadi apa yang seharusnya manusia dewasa lakukan?

Gue: *tersenyum karena kini keinginan Nia untuk membunuh orang sepertinya sudah hilang* Kuatkan hati loe. Temui Nico. Ajak dia bicara dari hati ke hati. Tanya padanya tentang aksiden itu. Tapi dengan catatan jangan bertanya dengan nada menuduh, bersikaplah layaknya orang dewasa. Jika loe sudah mendapat jawabannya, semuanya keputusan final ada di tangan loe. Apakah loe akan memberinya kesempatan lagi atau mengakhiri hubungan yang sudah terjalin selama lima tahun ini. Lima tahun tentunya bukan waktu yang singkat buat kalian berdua, bukan?

Nia: *menatap gue* Seandainya dia lebih memilih cewek cantik itu? *terdapat nada ketakutan dalam suaranya*

Gue: *tersenyum* Bukankah dulu juga ada Fransisca? Tapi kenapa ya dia tetep milih elo?? Mungkin si Nico udah buta kali ya. Fransisca di pelupuk mata tak nampak tapi Ubur-ubur di seberang lautan tampak.

Nia: *mulai tersenyum sambil mengusap peluh di sudut matanya* Kalau gue ubur-ubur elo apa?? Kecebong???

Gue: *ikutan ketawa* Nia, nggak peduli seberapa berat rintangan kalian nantinya, elo harus sabar ya. Nico memang bukan seperti cowok kebanyakan, jadi loe harus punya kesabaran ekstra. Jangan mudah memutuskan suatu perkara walaupun loe lihat dengan mata dengkul kaki loe sendiri karena mata sekalipun bisa dikelabuhi.

Satu pelajaran yang gue petik dari pengalaman teman gue ini, bahwa cowok, sebaik apapun dia, selugu apapun itu, sealim-alimnya dia, sejarang-jarangnya dia memedulikan yang namanya cewek, tetap aja bajingan. Contoh kasus ya si Nico itu, udah tau punya cewek, masih aja cupang-cupangan sama cewek laen!!

Nggak habis pikir gue, apakah yang namanya cowok itu nggak sekalipun punya yang namanya perasaan atau seenggaknya punya pikiran jika dia ‘meleng’ sama cewek lain maka ada seseorang yang tersakiti hingga berasa sekarat. Sampai kapan ya cowok-cowok itu bakalan nyadar jika saja mereka sedikit lebih menggunakan perasaan, bukan hanya sekedar nafsu saja, maka cewek-cewek di dunia ini pasti hidup bahagia. Tak terkecuali gue….

Jadi, Dani Pedrosa gimana menurut loe?? Apakah loe juga satu tim sama yang namanya Nico?? Sama-sama cupang-cupangan sama cewek di muka umum??? *ketawa sarkas* Mungkin ini terdengar konyol, namun beberapa saat setelah Nia meninggalkan rumah gue, gue mendapat email dari Eben:

Gue harap loe nggak loncat ke comberan kalau lihat foto-foto ini.

Dengan penasaran gue klik link yang tertera di bawah tulisan itu. Beberapa detik kemudian saat gambar-gambar itu telah terdownload sempurna, dunia gue serasa terbalik. Dan gue pun tersadar jika tak lama lagi pasti keinginan untuk membunuh Dani Pedrosa naik ke permukaan, sama seperti keinginan Nia yang berhasil gue redamkan beberapa menit yang lalu.


kembali ke atas

Profile



Aluna Soenarto

22 female

Surabaya, East Java, Indonesia

Accounting 2005, Airlangga University


My Masterpiece



kalau pengen tau cuplikan ceritanya




Pingbox


Tagboard




Tweetz



Links



Credits

Layout by: LastSmile(: