♥ Kantung Ajaibku ♥
Senin, Agustus 18, 2008 @ 9:37 PM

Selamat Jalan Opa...

Rahasia takdir benar-benar tidak ada satu manusia pun yang tahu. Sekali pun keempat manusia yang kini tengah menunduk lesu dengan mata memerah, duduk di sebuah kursi panjang di koridor rumah sakit.

Mereka berempat sepertinya tidak percaya jika sosok pria tua berwajah khas Eurasian itu telah diambil “sangat cepat” dari mereka. Rasanya seperti lelucon. Lelucon yang ironisnya tidak bisa mereka jawab dengan senyum lebar dan tertawaan, seperti keseharian mereka. Sorot mata mereka menunjukkan syok dan rasa kehilangan amat dalam.

Mereka hanya duduk di sana, membiarkan orang berlalu-lalang di depan mereka. Sesekali menyalami orang-orang yang berkata, “Mas Yongki, Mas Tino, Mbak Luna, Mbak Riska, yang sabar ya.”

Entah kenapa, justru omongan yang ditujukan untuk menguatkan hati, efeknya justru membuat keempat manusia itu semakin rapuh. Rapuh bahwa tak akan lagi sosok pria tua yang duduk-duduk di teras rumah sambil menunggu cucu-cucunya pulang dari sekolah. Tak ada lagi yang memarahi Precius, karena iri melihat anjing pudel itu lebih disayang oleh pria tua itu daripada cucu-cucunya sendiri. Dan yang paling terasa adalah, tidak akan ada lagi keberadaan Opa dalam kehidupan mereka selanjutnya. Karena Opa telah pergi. Pergi bersama malaikat maut. Meninggalkan raganya yang kini terbaring pucat di tempat tidur rumah sakit. Seolah seperti tengah tertidur pulas.

Riska bersandar di pundakku, badannya terisak lirih, lalu bertanya, “Kenapa Opa pergi?”

Ketiga orang sisanya tak ada yang menjawab. Hening. Karena sama tidak tahunya seperti Riska.

Tak lama, Yongki berkata, “Padahal, Opa mau melihat aku lulus jadi dokter. Tapi aku belum sempat menunjukkan pada Opa. Aku memang payah.”

Sontak air mata menggenangi pelupuk mataku. Aku teringat masa-masa kecil bersama Opa. Saat di mana Opa mendudukkan aku dalam pangkuannya dan menceritakan padaku kisah-kisah puteri dalam dongeng. Opa yang selalu menceritakan dongeng Puteri-Puteri dalam Istana dan sering kali berkata, “Kamu adalah Puteri di hati Opa, Luna.”

Cerita-cerita yang membuat aku kini bisa mengkaryakannya dalam sebuah buku. Namun, ironisnya Opa telah pergi bahkan sebelum buku itu tercetak. Ada sejumput penyesalan dalam diriku. Karena aku ingin menunjukkan buku ini kepada Opa. Buku yang terinspirasi dari cerita-cerita yang selalu didongengkan kepada aku sebelum tidur, dulu, bertahun-tahun yang lalu. Namun aku terlambat!

Malam yang penuh gemerlap lampu-lampu perayaan hari keredekaan, kini seperti hanya terlihat berkerlap-kerlip tanpa makna. Tak ada rasa antusiasme ketika melihat segala keceriaan di sepanjang jalan. Karena hati kami seolah sudah mati. Seperti Opa yang tubuhnya semakin lama semakin dingin.

Saat peti itu masuk ke dalam liang kubur, pun, tampaknya aku baru mengetahui, bahwa di sinilah jasad Opa akan tinggal dan beristirahat dengan tenang.

“Selamat jalan, Opa….”

PS: Gue nggak tau apakah memang keluarga gue itu ditakdirkan memiliki sense komedi yang apik, namun kemarin saat pemakaman, tak terlihat ada air mata yang mengalir, semua sudah ikhlas. Namun ada yang janggal karena tiba-tiba Riska menjadi sangat antusias dengan sebuah makan yang ada di sebelah Opa. Dia bahkan sempat menunjukkan keterpesonaan yang sangat bahkan mengabadikan pusara itu dalam kamera hapenya. Setelah gue mendekat dan bertanya kenapa melakukan tindakan anarki seperti itu dia langsung berkata senang (ekspresinya seperti mendapat tambahan nugget waktu sarapan) sambil menunjuk ke makam tersebut.
“Ini kuburannya Grady. Grady! Yang dibunuh Rian di Jombang itu, Mbak. Yang keponakannya Frans Tumbuan.”

Dan entah kenapa, setelah Riska bersuara gahar, orang-orang yang datang melayat langsung ikut-ikutan melihat makam Grady yang tepat ada di sebelah makam Opa dan terkagum-kagum. Gue bengong!
Bahkan Oma gue dari Manado, menyuruh gue memfoto dirinya bersama makam Grady, katanya untuk kenang-kenangan.

“Opa, maaf, cucu-cucumu memang sinting dan banci tampil.”

kembali ke atas

Profile



Aluna Soenarto

22 female

Surabaya, East Java, Indonesia

Accounting 2005, Airlangga University


My Masterpiece



kalau pengen tau cuplikan ceritanya




Pingbox


Tagboard




Tweetz



Links



Credits

Layout by: LastSmile(: