♥ Kantung Ajaibku ♥
Kamis, Maret 05, 2009 @ 8:18 PM

Meet Another Ricky in Dante Coffee Shop

Akhir-akhir ini gue sering banget ngopi di Dante Coffee Shop di Galaxy Mall. Awalnya sih Yongki yang ngasih rekomendasi. Soalnya biasanya gue sama sodara-sodara gue ngumpul di Galaxy Mall kalau nggak di J.CO ya di Gelato Bar. Atau kalau emang lagi bokek, ujung-ujungnya makan di food court.


cozzy place...thats Dante Coffee Shop ;p

Kemarin, pas jadi obat nyamuk sodara gue yang nge-date di GM, gue akhirnya mutusin buat nunggu mereka nonton di Dante. Soalnya jengah juga kalau ikut mereka yang lagi pacaran sambil bergelap-gelap ria di bioskop. Bukan kambing congek lagi namanya, tapi dinosaurus congek. Yaaaa…resiko yang punya cowok di seberang lautan.

Setelah pisah, gue langsung nenteng-nenteng laptop sambil kerepotan jalan pakai high heels. Hwakakakak… iya, sekarang kata sodara-sodara gue, gue berubah jadi kegenitan. Suka dandan, pakai high heels, dan jarang banget pakai t-shirt kecuali buat tidur. Ya, namanya juga nambah dewasa, lagi pula, itu juga sebagai usaha pemasaran. Biar dapet ngegaet pangeran-pangeran cakep. Hihihi….

Setelah perjuangan panjang jalan pakai high heels dan ngebenerin curly rambut gue (eh, ternyata bener kata sodara-sodara gue kalau sekarang gue doyan dandan. Buktinya, kalau dulu gue ke GM waktu siap-siap cuma butuh waktu 5 menit, sekarang 1 jam. Kok lama? Iya, soalnya nyatok rambutnya lama. Hwakakakak…). Akhirnya gue duduk juga di sofa Dante. Begitu duduk, gue langsung buka laptop, cari colokan, dan nyolokin kabel (soalnya baterai laptop gue ngedrop terus). Begitu laptop nyala, gue langsung celingukan cari waitress-nya. Naaaaaaah…naaaaah, saat gue ngedarin pandangan itulah, mata gue menangkap sebuah aura pesona aneh. Saking kuatnya, gue nggak bisa ngelepasin pandang dari sumber aura itu berpendar.

Udah deh, kalau kayak gini emang ALUNA banget. Nggak bisa tenang kalau lihat cowok cakep dan saat itu gue emang tengah memergoki ada seorang cowok cakep duduk tak jauh dari meja gue. Dia duduk menghadap gue diantara tiga temannya yang lain. Alamaaaaaak! Gue ampe mangap! Saking terpesonanya, gue ampe nggak sadar kalau udah dikasih menu sama waitress-nya.

Otomatis, semenjak saat itu gue nggak bisa konsen sama kerjaan gue. Pikiran gue buntet dan pengennya noleh terus ke arah cowok itu. Hwakakakak…dasar. Dan nggak tau apa itu adalah sifat dasar gue, apakah sifat alami gue, begitu cowok itu nggak sengaja natap gue, dan kami berdua saling bertatapan, gue menunjukkan ekspresi syok (gue emang nggak pinter menyembunyikan ekspresi keterkejutan). Yang lebih memalukan adalah setelah cowok itu natap gue, gue otomatis benahin rambut, ngegulung-gulung pakai jari gue, ngebenerin posisi baju gue biar nggak kusut, dan berusaha duduk semenarik mungkin (nyilangin kaki kanan diatas kaki kiri). Pokoknya kayak foto model mau difoto gitu deh. Begitu pun waktu gue nyeruput cappuccino pesenan gue, kalau biasanya langsung nyeruput kayak kuda, sekarang dibenahin ala John Robert Power.

Karena laptop useless, Ramon juga lagi kerja jadi nggak bisa online, gue akhirnya matiin laptop gue. Masih ada satu jam lagi sebelum sodara gue selesai nonton, jadi gue ngeluarin buku buat baca-baca. Kebetulan gue belum nyelesaiin Dearly Devoted Dexter, jadi buku itu gue bawa-bawa siapa tau ada kejadiaan tak terduga seperti ini yang mengharuskan gue harus melakukan sesuatu.

Begitu gue baca buku itu gue udah lupa sama lingkungan. Itu emang kebiasaan gue. Gue kalau baca memang seperti terputus dari dunia luar dan rasanya tubuh gue menyatu dengan bukunya. Makanya waktu ada suara kursi di tarik di sebelah gue, gue baru ngedongak, dan ngirain itu Yongki.

Hampir aja gue nyeletuk: Lho? Keong? Kok cepet?, ketika suara gue tiba-tiba menghilang karena melihat siapa yang duduk di sebelah gue.

COWOK GANTENG ITUUUUUUUUUUUU!!!!!

Dia senyumin gue, lalu bilang: Boleh duduk di sini nggak? Kata temen-temenku, dari tadi kamu ngeliatin aku terus.

Dan apa yang gue lakukan: GUE GAGAP!!! GUE MANGAP!! GUE KAGET!!

Perlahan, gue pun bisa menguasai situasi. Otak gue mulai kerja dan berpikir: saatnya tebar pesona.

Gue bales senyumin dia terus bilang: Masak sih?

Dia bales sambil noleh ke arah teman-temannya dan mereka lagi ngeliatin kami, ada yang ketawa juga: iya.

Gue pun cari alesan: Iya, soalnya wajah kamu mirip temen aku. Aku kira tadi kamu dia tapi ternyata bukan (hahahahaha….alasan nggak mutu dan standart).

Terus dia nunjuk ke buku gue: Kamu suka DEXTER? Kalau aku suka banget makanya waktu lihat kamu baca bukunya, aku langsung kaget. Ternyata ada bukunya ya? Aku pikir cuma ada serialnya aja.

Lalu mulai gue jelasin: Iya, justru awalnya DEXTER itu lahir dari novel. Judulnya Darkly Dreaming Dexter tahun 2005. Yang nulis Jeff Lindsay, dia juga ngebantu nulis skenario serialnya.

Dia tampak tertarik banget sambil bilang: Jadi ini novelnya ya?

Gue menggeleng terus gue kasih novel itu ke dia karena dia mau lihat: Iya, ini novelnya tapi ini sekuelnya. Ini Dearly Devoted Dexter. Ini yang terjemahan. Kalau yang terjemahan masih ada dua yang terbit. Tapi kalau menurut aku sih, Dexter di buku dan di serial agak beda.

Sambil ngebuka-buka halaman buku, dia nanya: Kenapa? Di serial nggak detail ya? Nggak kayak di buku?

Gue natap dia dan bertanya-tanya, kenapa cowok ini cakep banget dilihat dari jauh maupun deket (hwakakakak): Kalau detail sih detail. Menurut aku Dexter di buku lebih humoris daripada yang Michael C. Hall mainin. Lebih lucu. Kamu lihat sendiri, kan, kalau di serial Dexter selalu banyak pikiran dan bingung melulu?

Dia ketawa: Aku nggak merhatiin sejauh itu. Dexter memang bagus. Karakternya unik. Orang jahat tapi diceritakan dari sudut pandang pahlawan.

Gue ikut ketawa: Berkat Jeff Lindsay.

Dia berhenti ketawa: Jadi, nama kamu siapa?

Gue ngulurin tangan: Aluna

Dia menjabat tangan gue: Ricky

What? Siapa tadi dia bilang namanya? Ricky? Dari banyak kemungkinan? Dari semua probabilitas yang mungkin muncul kenapa namanya harus RICKY? Dan kenapa harus sama-sama ganteng??!

Akhir dari pembicaraan itu, tidak semenarik di bagian awalnya. Ricky tiba-tiba dapat telepon, mungkin dari ceweknya soalnya dia langsung cabut begitu mau ngejawab telponnya dan Yongki langsung muncul begitu Ricky duduk kembali ke tempatnya.

Setelah Yongki menghabiskan sisa cappuccino dan crème black volcano’s gue, kami langsung cabut dari Dante. Ricky sempat senyumin gue waktu gue melewati mejanya.

Yeah, unhappy ending.

Mungkin ini pertanda jika saatnya untuk SETIA!!!

Hwakakakak……….



kembali ke atas

Profile



Aluna Soenarto

22 female

Surabaya, East Java, Indonesia

Accounting 2005, Airlangga University


My Masterpiece



kalau pengen tau cuplikan ceritanya




Pingbox


Tagboard




Tweetz



Links



Credits

Layout by: LastSmile(: